Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Jatuh Cinta

Benarkah sedang jatuh cinta? Apa itu jatuh cinta? Mengapa harus jatuh untuk mendapatkan cinta? Mana itu cinta, mana kagum? Sering kali kita bertanya dengan pertanyaan di atas, menimang-nimang pemikiran untuk menerjemahkan perasaan. Banyak orang yang, “yaudah sih, gak perlu dipikirin lebay kayak gitu. Kalau perasaan udah suka yaudah sih fitrah aja,” tapi...nyatanya menyederhanakan rasa itu sulit, ya. Terlebih lagi ketika sudah ada yang kita suka, i don’t know cinta atau hanya kagum. Awal memang kagum, misal karena kepintarannya, tapi kemudian melemah karena melihat kekurangannya. Sehingga berpindah ke lain hati, kagum karena kelembutannya misal, tapi kembali melemah perasaannya karena melihat kekurangannya pula. Begitulah perasaan dan pikiran bermain. Menyeleksi setiap yang dikagumi. Belum ada cinta yang tulus, masih pamrih dan menuntut. Begitulah perasaan, tetapi ketika diri mengetahui kriteria dari orang yang disuka, ada rasa patah karena “Ah, itu bukan gue

Rindu Menyendiri

Hal yang membuatku bingung adalah menangisi ketidaktahuan. Tidak tahu menagisi apa, tetapi hati gelisah mengundang air mengalir dari mata. "Hatimu terlalu lembek," umpat seseorang. Kupikir, semua hati manusia itu sama lembeknya, kok, sama-sama gumpalan darah, bukan? Hehe. Ya, kutahu maksudnya, aku terlalu perasa? Terlalu dalam memikirkan sesuatu tanpa lekas menjalankan apa yang dipikirkan. Gelisah bermula dari berbagai hal yang tak sejalan dengan hati (keinginan) sendiri. Termasuk berlelah-lelah. Kamu pikir, aku yang suka menulis kalimat motivasi tak pernah hampir menyerah? Salah, aku pun miliki stok yang terbatas. Hampir menyerah kerap kali kurasakan. Ingin kabur, pamit undur diri, berhenti, sering ingin kulontarkan. Nyatanya aku tak bisa berbicaa pada sesiapa tentang hal ini. Aku yang mudah terbawa tekanan saat orang lain curhat, merasa takut juga jika yang kuajak cerita tertular low motivation sepertiku. Ditambah lagi aku malu, malu jika adik-adik di kampusku tahu ba

Sebuah Ujian yang Rahasia

Entah sejak kapan hatiku terpaut padanya, seseorang yang begitu lembut bicaranya, namun juga kadang suka bandel, sih.  Gemas, pikirku. Istighfar berulang kali, tapi bagaimana? Aku tak bisa menghilangkan pikiran ini begitu saja. Memang begini lah kalau VMJ (Virus Merah Jambu) sudah menyerang, repot. Seperti lagu Maya Estianti, "Aku mau makan, kuingat kamu. Aku mau tidur juga kuingat kamu..." Halah! Menyebalkan! Apa lagi jika ditambah senyum-senyum sendiri. Halah! Aku harus apa? Jika dikatakan cinta adalah ujian? Ya. Cinta adalah perlawanan? Ya. Jika itu adalah pada yang bukan mahramnya. Ya, menguji iman kita apakah tetap murni miliki niat segalanya hanya pada Allah atau tidak. Ya, membuat kita melawan batin ini agar tidak mengeluarkan kode-kode halus ataupun keras, jika memang belum siap melangsungkan akad. Terlebih lagi lagu Akad-Payung Teduh yang sering kali diputar remaja masa kini, terbayang dialah yang menyanyikan untukku. Muncul pertanyaan, apakah dia mau denganku, a

Kesempurnaan Cinta

Kesempurnaan Cinta Belum cinta jika belum berkorban. Belum cinta jika belum bangkit dari keputus-asaan. Belum sempurna jika belum memaafkan. Belum sempurna jika belum mau kembali meski dikecewakan. Bukan, ini bukan celebek alias CLBK (Cinta lama bersemi kembali) ke lawan jenis. Ini adalah tentang suatu tawaran manisnya iman, suatu amanah yang mengantarkan ke surga-Nya. Ah, sulit dijalankannya, lelah, berliku, rawan kemunafikan, sedikit orang yang mau, banyak yang enggan, termasuk aku yang sempat demikian. Namun hadiah surga Allah begitu menggiurkan. Yakni, menjadi murobbiyah. Pasalnya aku merasa belum miliki akhlak yang baik, ilmu yang banyak, dan tak lihai mengajak orang. Misalnya, mengajak untuk hadir liqo. Baru tahap awal mengajak hadir saja sulitnya bukan main, bagaimana mengajak untuk menjadi muslimah yang sebenarnya? Lantas galau melanda. Antara lanjut menghadang kekecewaan yang berlarut-larut atau menyerah dan diri ini tergantikan begitu saja. Dua pilihan yang...sama-sam

Kolase Rasa Kamar 03

Hai, gadis. Kali pertama kulihat kelembutan wanitamu, yakni melalui bulir itu. Kau merintih entah apa sembilumu. Kau berkata dalam telepon genggam, entah apa yang diadu. Kuhanya dengar kau ucap lelah. Awan di atas kepalaku gambarkan kaki berlari, lisan teriak, hati retak. Kau, sambut semua di atas bantal kesayanganmu. Genangan itu kau umpatkan dengan membalikkan bantal itu. Namun, maafkan tanganku yang belum sanggup membelai hatimu. Hidup memang keras, namun yang terpenting bukan hati yang keras. Seperti, tak pernah terisak sedu-sedan. Kini kau bayar itu, kau patahkan kekata menusuk dari orang lain. Namun lagi-lagi, isakmu pasti sebab diri sendirimu pula.  Sudahlah, gadis. Dengar saja suara di seberang pesawat teleponmu. Lembut dan gagahnya suara itu, nikmatilah. Pertahankan rasamu. Jarak memang sebuah uji yang membisu, dan kata akan jadi bermakna ketika bertemu. Namun apalah daya, tahan dahulu, sampai waktu merestuimu 'tuk bersua pada yang terkasih: abah dan

Kamu Tidak Normal

“Kamu Tidak Normal” Dwiza Rizqy Gulita mengantarkanku dan teman-teman sejawatku bermain di kebun sekolah. Kami ingin bermain bola kerincing. Kata pak guru, kami akan dikirimkan ke tingkat provinsi jika kami bisa memenangi pertandingan futsal sekabupaten ini. Hebat bukan? Nanti kami akan mendengar lebih banyak lagi teriakan-teriakan dari para supporter kami. Memang sih, mereka akan lama menangkap 'sinyal' pemberitahuan: gawang mana yang dibobol. Biasanya pencetak gol akan bersorak sebagai tanda selebrasinya. Bermacam-macam saja sorakan tiap pemain itu haha. Khusus jika aku yang menjadi pencetak gol, aku akan bersorak, ‘Wuhuuuu satoee aye ayeee,’ karena 1 itu adalah sekolahku, SMA Negeri 01, kami biasa menyebutnya satoe (benar-benar ada huruf ‘o’ dan ‘e’ di penyebutannya). Dengan begitu, penonton dan teman-temanku langsung tahu tim siapa yang yang mencetak gol. Mungkin kalau aku sudah lulus SMA akan ada selebrasi baru lagi dariku hehe. Bagaimana aku bisa tahu kalau a