Langsung ke konten utama

Jatuh Cinta





Benarkah sedang jatuh cinta?
Apa itu jatuh cinta?
Mengapa harus jatuh untuk mendapatkan cinta?
Mana itu cinta, mana kagum?

Sering kali kita bertanya dengan pertanyaan di atas, menimang-nimang pemikiran untuk menerjemahkan perasaan. Banyak orang yang, “yaudah sih, gak perlu dipikirin lebay kayak gitu. Kalau perasaan udah suka yaudah sih fitrah aja,” tapi...nyatanya menyederhanakan rasa itu sulit, ya. Terlebih lagi ketika sudah ada yang kita suka, i don’t know cinta atau hanya kagum. Awal memang kagum, misal karena kepintarannya, tapi kemudian melemah karena melihat kekurangannya. Sehingga berpindah ke lain hati, kagum karena kelembutannya misal, tapi kembali melemah perasaannya karena melihat kekurangannya pula. Begitulah perasaan dan pikiran bermain. Menyeleksi setiap yang dikagumi. Belum ada cinta yang tulus, masih pamrih dan menuntut.

Begitulah perasaan, tetapi ketika diri mengetahui kriteria dari orang yang disuka, ada rasa patah karena “Ah, itu bukan gue banget, kriteria itu terlalu muluk-muluk. Gue udah tereleminasi ini mah.” Haha, padahal diri sendiri pun sering men-delete orang lain dari kriteria diri. Rasakan, lah, muluk-muluk itu. Membahas tentang kriteria sebenarnya tak ada habisnya. Pasti kita banyak maunya. Nah, karena kita tidak bisa melakukan banyak maunya kita ini, otomatis kita jadi bakal kagum sama orang-orang yang bisa melakukan apa yang kita inginkan namun belum kesampaian di diri kita (ngerti gak?). Sayangnya, si orang yang kita kagumi itu gak suka sama orang yang kayak kita. Makan, tuh! Haha

Padahal jika kita tilik lagi, namanya juga manusia, pasti ada saja kekurangan dan kelebihannya. Jika kita menginginkan seseorang yang pintar dan hebat, maka kita harus siap jika dia keras dan  tak terkalahkan. Jika kita menginginkan orang yang penurut, maka kita harus siap jika dia kurang inovativ, kurang kreatif dan kurang mandiri. Jika kita menginkan orang yang bagus fisiknya, maka kita juga harus siap jika kebutuhan hidupnya gak murahan. Jika kita memilih dengan seseorang yang pemberani, maka kita harus siap jika dia keras kepala dengan pemikirannya sendiri. Jika kita menginginkan orang kaya harta, maka kita harus siap berlama-lama bertanggung jawab di akhirat nanti dengan banyaknya harta yang dipunya. Kuberi tahu, ada loh yang sempurna, itu, dia yang di mimpimu saja.

Paling utama, ya, agamanya. Kita sering permimpi punya pasangan yang hafidz (bagi perempuan), atau hafidzah (bagi laki-laki), tapi kalau kitanya sendiri gak seperti itu ya malu lah kita pada si pasangan. TAPI lebih malu lagi kalau kita berupaya seperti demikian hanya untuk memantaskan diri untuk mendapatkan pasangan yang demikian. Padahal seharusnya setiap ibadah kita, hidup dan mati kita hanya untuk Allah. Hanya Allah. Masak, iya, seketika berbelok arah ke manusia? Pantas saja jika mengalami patah hati.

Sudahlah, untuk kamu para mahasiswa jombloers, nikmati saja delapan atau enam semesternya.
Untukmu, para pekerja jombloers, nikmati dulu kariernya.
Apalagi untukmu, para pelajar jombloers, sekolah dulu yang bener, oyyy.
Kelak Allah yang akan beri janjinya yang sudah tertulis di lauh mahfuz saat kita dalam kandungan ibu masing-masing kita.
Once again I tell you, yang bener-bener harus didapat tuh ini, yaw: sama yang seiman dan lawan jenis. Bukan sebaliknya, beda iman dan sejenis. Oggghhhhh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolase Rasa Kamar 03

Hai, gadis. Kali pertama kulihat kelembutan wanitamu, yakni melalui bulir itu. Kau merintih entah apa sembilumu. Kau berkata dalam telepon genggam, entah apa yang diadu. Kuhanya dengar kau ucap lelah. Awan di atas kepalaku gambarkan kaki berlari, lisan teriak, hati retak. Kau, sambut semua di atas bantal kesayanganmu. Genangan itu kau umpatkan dengan membalikkan bantal itu. Namun, maafkan tanganku yang belum sanggup membelai hatimu. Hidup memang keras, namun yang terpenting bukan hati yang keras. Seperti, tak pernah terisak sedu-sedan. Kini kau bayar itu, kau patahkan kekata menusuk dari orang lain. Namun lagi-lagi, isakmu pasti sebab diri sendirimu pula.  Sudahlah, gadis. Dengar saja suara di seberang pesawat teleponmu. Lembut dan gagahnya suara itu, nikmatilah. Pertahankan rasamu. Jarak memang sebuah uji yang membisu, dan kata akan jadi bermakna ketika bertemu. Namun apalah daya, tahan dahulu, sampai waktu merestuimu 'tuk bersua pada yang terkasih: abah dan

Kamu Tidak Normal

“Kamu Tidak Normal” Dwiza Rizqy Gulita mengantarkanku dan teman-teman sejawatku bermain di kebun sekolah. Kami ingin bermain bola kerincing. Kata pak guru, kami akan dikirimkan ke tingkat provinsi jika kami bisa memenangi pertandingan futsal sekabupaten ini. Hebat bukan? Nanti kami akan mendengar lebih banyak lagi teriakan-teriakan dari para supporter kami. Memang sih, mereka akan lama menangkap 'sinyal' pemberitahuan: gawang mana yang dibobol. Biasanya pencetak gol akan bersorak sebagai tanda selebrasinya. Bermacam-macam saja sorakan tiap pemain itu haha. Khusus jika aku yang menjadi pencetak gol, aku akan bersorak, ‘Wuhuuuu satoee aye ayeee,’ karena 1 itu adalah sekolahku, SMA Negeri 01, kami biasa menyebutnya satoe (benar-benar ada huruf ‘o’ dan ‘e’ di penyebutannya). Dengan begitu, penonton dan teman-temanku langsung tahu tim siapa yang yang mencetak gol. Mungkin kalau aku sudah lulus SMA akan ada selebrasi baru lagi dariku hehe. Bagaimana aku bisa tahu kalau a

Rumah Kaca (Serial Anak Kost): Seri Kak Nida

Rumah kaca bercerita tentang air yang terus keluar dari mata seorang gadis yang semula berkaca-kaca. Tetesan yang menceritakan tentang lembaran-lembaran buah pikiran yang tertolak berulang kali. Pun tentang sebuah waktu yang amat sayang dikorbankan untuk mengubah nasib. Beginilah nasibnya, metoda penelitiannya tak sesuai harapan pembimbingnya, meski telah berulang kali ia   mengubah sesuai saran pembimbingnya. Namun, tetap hatinya patah berulang kali di persidangan yang bukan pertaman kalinya. Jalan satu-satunya ia harus mengganti pembimbing, tetapi enam bulan ke depan yang harus ia korbankan dan pertaruhkan.Oh, mahasiswa tingkat akhir yang selalu dinner pakai lauk ayam skripsi.   “Kakak, jangan menangis terus. Ada yang mengintip di luar kaca itu. Apa kau tak malu?” tanya Via pada Nida. “Biarlah. Biar semua tahu betapa sakitnya terus-menerus ditolak seperti ini. Waktuku terkuras terus. Aku lelah berpikir.”   “Iyakah? Tak apalah, Kak. Teruslah semangat berjuang! Belu