Langsung ke konten utama

Rumah Kaca (Serial Anak Kost): Seri Kak Nida




Rumah kaca bercerita tentang air yang terus keluar dari mata seorang gadis yang semula berkaca-kaca. Tetesan yang menceritakan tentang lembaran-lembaran buah pikiran yang tertolak berulang kali. Pun tentang sebuah waktu yang amat sayang dikorbankan untuk mengubah nasib. Beginilah nasibnya, metoda penelitiannya tak sesuai harapan pembimbingnya, meski telah berulang kali ia  mengubah sesuai saran pembimbingnya. Namun, tetap hatinya patah berulang kali di persidangan yang bukan pertaman kalinya. Jalan satu-satunya ia harus mengganti pembimbing, tetapi enam bulan ke depan yang harus ia korbankan dan pertaruhkan.Oh, mahasiswa tingkat akhir yang selalu dinner pakai lauk ayam skripsi.
 
“Kakak, jangan menangis terus. Ada yang mengintip di luar kaca itu. Apa kau tak malu?” tanya Via pada Nida.
“Biarlah. Biar semua tahu betapa sakitnya terus-menerus ditolak seperti ini. Waktuku terkuras terus. Aku lelah berpikir.”  
“Iyakah? Tak apalah, Kak. Teruslah semangat berjuang! Belum ada yang ingin melamar, kan?”
“Ah, kamu. Ini bukan tentang jodoh, ini tentang orang tua.”
“Ya sudahlah, minta restu saja sama orang tua agar semester depan saja bersamaku memakai selempang sarjananya. Sekarang kita bermain Pou saja lah sejenak,” rayu Via membuat Nida geram.
  “Viaaa!”
“Weits, what’s up sist? Hehe,” ledek Via sebelum kabur meninggalkan Nida yang masih setia dengan sedu sedannya.
Air yang keluar dari mata yang semula berkaca-kaca itu kini merayu pemiliknya untuk lelah. Namun, ternyata 3600 detik berlalu  dengan kesetiaannya tersedu dalam rumah kaca. Siapapun melihatnya. Cicak, bunglon, nyamuk, semut, jangkrik, belalang kupu-kupu siang makan nasi kalau malam minum susu. 100 detik kemudian, ia luluh dengan rayuan air matanya, ia lelah, hingga lengah untuk kemudian lelap.
Kini rumah kaca terasa sepi senyap, selain suara dentingan keyboard penulis dan teriakan-teriakan Pou yang meminta dimandikan—dari kamar sebelah. Akhir kalimat, penulis meminta pertolongan pada Ar-Rahman Ar-Rahim, agar dengan kasih sayangnya dapat memberikan keputusan yang terbaik untuk tokoh utama ini. Semoga apapun hasilnya, kapanpun gelar S.Pd-nya, tetap diberikan hikmah yang bermakna serta keberkahan dari Allah SWT untuknya. Aamiin Yaa Allah.
Selamat tidur. ^_^

 (Tulisan ini ditulis pada Februari 2017)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stop Lazy Time!

Sumpah! Aku bingung mau nulis apa. Nah, itu dia kendalaku. Sering bimbang untuk melakukan sesuatu. Jujur! Aku nulis ini dengan sepenuh hati. Aku tidak sedang memakai topeng untuk menutupi kekurangan ini. Suer! Di tahun yang lalu, aku masih menjadi pelanggan topeng kemunafikkan. Dahulu, orang luar sering memandang potret diri ini dengan berbagai kesan positif. Oh, terima kasih, teman. Tapi, aku cukup waspada bila mereka masuk ke rumahku. Dan akhirnya, terlihatlah belang sifatku. Yang sering membuat seisi rumah jengkel padaku lah, kesal lah, murka lah, dan lah-lah yang lain. Ya, aku pasti menyesal. Batinku pun marah pada diri sendiri. Aku selalu dibuntuti rasa malas, dan ditarik oleh sang ego. Bodohnya, aku mau saja mengikuti ego itu. Selalu melakukan sesuatu 'semau gue', bermimpi sampai lupa waktu, dan perilaku malas lainnya. Uh, malu rasanya diri ini. Hei, tapi aku tidak bermaksud membuka-buka aib, loh. Hanya saja, ceritaku ini bermaksud sebagai intropeksi diriku. Ma...

Purnama Masih Ingin Mendengar

Assalamualaikum, dunia. Malam ini gue mau kembali berkisah pada layar terpa, sambil mempersilakan purnama mengintip dari jendela. Tulisan ini gue ketik sekadar berbagi pengalaman setelah tanggal mengharukan itu datang di hadapan gue, yaitu tanggal 9 Juli 2015. Saat itu, detik demi dektik seakan mencubit jantung gue #tsaah hehe. Oke gue lebay, tapi gue memang deg-degan pol. Sebelum lo baca postingan ini, pastikan dulu lo baca postingan gue sebelumnya tentang pengalaman setahun gue setelah lulus SMA, yang berjudul ' Berkisah pada Purnama ' ya, Guys. Gimana? Sudah baca? Nah, itu dia pengalaman gue tahun lalu yang mellow abis. Gue lulusan 2014 yang gagal semua jalur seleksi PTN tahun lalu. Setelah kegagalan itu, semangat hidup gue melempem, gue masih sangat terobsesi untuk kuliah, tapi untuk kuliah di PTS itu mustahil karena keterbatasan ekonomi yang gue alami saat itu. PTS itu mahal, bro, dan saat itu gue belum dapat pekerjaan untuk bayar kuliah. Singkat cerita, akhirnya gue...

Heartbreak Becouse Your First Love

Heartbreak Becouse Your First Love Dwiza Rizqy Untukmu yang sedang patah hati, Tidurlah dengan senyum sebelum menutup matamu meskipun terpaksa, nikmati keindahan bangun di pagi hari tanpa melihat media sosial karena kau terlalu berharga untuk melihat tawa mereka Untukmu yang sedang patah hati, Minumlah secangkir susu hangat untuk menemani pagimu karena kopi terlalu pahit untuk situasimu saat ini Makanlah berbatang-batang cokelat karena biskuit belum mampu untuk mempermanis hatimu Untukmu yang sedang patah hati, patah seperti apapun, kau dapat merajut lagi Hiduplah untuk masa depan, kau terlalu berharga untuk disia-siakan Kupu-kupu indah, bukan? tapi jika kau mengejarnya terus, ia akan pergi, bahkan sangat jauh tapi jika kau tidak mengejar itu, keindahan itu akan datang dengan sendirinya Untukmu pemilik hati, kau terlalu berharga untuk disia-siakan . Rawamangun, 13 Maret 2017. (Don't worry about broken hearts to your first love, because you will ha...