Langsung ke konten utama

Menjaga Izzah & Iffah

Assalamualaikum, cinta.

Lama nian blog ini usang. Kini aku ingin membicarakanmu, cinta.

Seorang adik bertanya padaku, "Kak, apa itu jodoh?"
Sontak mataku terbelalak, mengapa dia bertanya demikian. Apakah ini tanda-tanda ia miliki calon? Oh, no, aku didahului hehe. Eh, tidak tidak, poinnya bukan itu. Lalu aku berpikir, dari mana aku harus menjelaskannya?

Lantas berhari-hari aku memilih topik yang pas untuk dibicarakan. Lalu aku terpikirkan untuk berbicara tentang izzah dan iffah. Jelas ada hubungannya dengan jodoh. Untuk mendapatkan jodoh yang baik, kitanya pun harus baik, bukan? Nah, salah satunya adalah dengan membangun dan menjaga izzah dan iffah. Meskipun sebenarnya, niat kita harus lurus hanya karena Allah, ya. Bukan karena ingin dapat jodoh baik. Ingat, bukan untuk itu. Biarkan hal itu menjadi bonus saja.

Izzah? Apa itu izzah?
Izzah it's harga diri yang mulia dan agung. Singkatnya, kemuliaan. Sedangkan iffah adalah cara menjaga kemuliaan itu dengan menahan diri seenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan.

Beberapa cara yang kurangkum adalah dengan menjaga:
-aurat
-hati
-perilaku, dan
-ibadahnya.

Sebagaimana yang telah diperintahkan di Alquran, wanita haruslah menjaga auratnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan dunia akhirat, itulah harga diri muslimah. Yaitu yang menutup seluruh tubuh kecuali boleh wajah dan telapak tangan, tidak terawang ke aurat tersebut, dan tidak melekuk/benar-benar membentuk tubuh seperti memakai pakaian ketat. Yuklah hijrah. Ikhlaskan meskipun awalnya terpaksa. Sebab jika menunggu ikhlas dahulu untuk menutup aurat, sampai kapan kita mau menunggu ikhlas itu datang? Taat itu memang berawal dari keterpaksaan yag dilakukan dengan kontsisten hingga kemudian menemukan keikhlasan itu sendiri. Yuk, belajar ikhlas.

Selanjutnya menjaga hati. Ini dia yang buat riskan hidup kita. Segumpal daging yang jika ia rusak maka rusak pula semuanya, namun jika ia baik maka baik pula semuanya. Jaga hatinya, ya. Sulit jika tidak membiasakannya. Sulit jika tidak kunjung menyudahi pembiaran hati memborok. Menjaga hati di sini dimaksudkan dalam hal sikap-sikap yang hanya diketahui di hati, ya. Ini adalah segala perasaan rancu yang kita miliki. Sebagai manusia biasa, sering kali kita jatuh hati pada sesiapa yang kita kagumi. Mungkin berawal dari rasa kagum, atau terpesona dengan segala hal yang kita inginkan yang ada pada dirinya, hingga kemudian kepo untuk stalking media sosialnya dan akhirnya berujung demam virus merah jambu. Duh, sudahi sudahi. Masih mending sampai situ, bagaimana jika sudah merambah kepada pedekate atau pacaran. Yeeeuuuh. Sudahi sudahi. Simpelnya suatu saat nanti jika sudah tepat waktunya InsyaAllah Allah beri jodoh sesuai ikhtiar kita. Jaga hatinya dengan pelbagai ibadah, seperti puasa. Sebab jatuh hati sebelum menikah itu ujian. Ujian.

Kemudian perilaku. Sering kali kita kelepasan berperilaku buruk, seperti menggunjing orang lain, jutek, membully teman, curang, kurang disiplin, dan perilaku-perilaku tidak baik lainnya. Menurut kita, itu sepele, tapi itulah yang mungkin membuat kita rendah di mata Allah sebab kita konsisten dalam kesalahan dan dosa. Astaghfirullah.

Lalu ibadah, inilah kelebihan kita sebagai muslimin. Yaitu kelebihan untuk beribadah kepada Allah SWT, sebagai wujud berakidah. Dari sinilah Allah memuliakan kita sebagai seorang muslim. Allah itu Maha baik loh. Allah memuliakan semua manusia lewat 4 hal dan ditambah 2 hal yang disebutkan tadi khusus untuk muslimin. 4 hal itu adalah akal, miliki kelebihan dibanding makhluk lain, menundukkan langit dan bumi (menaklukkan segala yang di sekitar kita), dan amanah kekhalifahan. So, kita sebagai muslim harus menjaga 6 kemuliaan yang sudah Allah beri ke kita tuh. Itu harga diri kita, loh.

Sebenarnya masih cukup panjang jika membicarakan tentang izzah dan iffah. Jadi cukup sampai sini saja catatan ini. Terakhir, aku mau menekankan dan mengajak pembaca semua untuk yuk sama-sama belajar memperbaiki diri lagi. Aku pun bukanlah manusia yang perfect ataupun muslimah yang sudah kaffah, tetapi setidaknya mau untuk terus belajar. Jadi, maafkan masa lalumu, rajut masa depanmu dengan menjaga harga diri di hari ini. Masalah jodoh, cincay lah say, kalau sudah waktunya InsyaAllah Allah beri yang sesuai ikhtiar kita. Kalau sudah dilamar sekarang padahal kamu belum siap? Hmm siapkan atuh, untuk sekali dalam hidup loh. Dan untukmu yang masih bingung digantung dengan janji sekian tahun lagi, sudahkan sajalah, ya. Yang namanya hati itu bisa berbolak-balik. Pun jika kita terlalu mencintai makhluk Allah, itu hanya menyakitkan kita jika berpisah. Jadi cukup berharap pada Allah saja yang takkan pernah menghianati kita. Tinggal apakah kita menghianati-Nya atau tidak. Jika kita terlukai karena terlalu cinta manusia, mungkin itu karena kita tidak menempatkan Allah menjadi yang utama di hati kita.

Biarkan cinta dalam oase yang mempertemukan kita dengannya, yakni ketika ijab sah terkabul sudah. Kuncinya, jaga harga diri/jaga izzah & iffah kita. ^_^

"Izzah sesuatu yang mahal
Iffah sesuatu yang berharga"

Hamasah!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolase Rasa Kamar 03

Hai, gadis. Kali pertama kulihat kelembutan wanitamu, yakni melalui bulir itu. Kau merintih entah apa sembilumu. Kau berkata dalam telepon genggam, entah apa yang diadu. Kuhanya dengar kau ucap lelah. Awan di atas kepalaku gambarkan kaki berlari, lisan teriak, hati retak. Kau, sambut semua di atas bantal kesayanganmu. Genangan itu kau umpatkan dengan membalikkan bantal itu. Namun, maafkan tanganku yang belum sanggup membelai hatimu. Hidup memang keras, namun yang terpenting bukan hati yang keras. Seperti, tak pernah terisak sedu-sedan. Kini kau bayar itu, kau patahkan kekata menusuk dari orang lain. Namun lagi-lagi, isakmu pasti sebab diri sendirimu pula.  Sudahlah, gadis. Dengar saja suara di seberang pesawat teleponmu. Lembut dan gagahnya suara itu, nikmatilah. Pertahankan rasamu. Jarak memang sebuah uji yang membisu, dan kata akan jadi bermakna ketika bertemu. Namun apalah daya, tahan dahulu, sampai waktu merestuimu 'tuk bersua pada yang terkasih: abah dan

Kamu Tidak Normal

“Kamu Tidak Normal” Dwiza Rizqy Gulita mengantarkanku dan teman-teman sejawatku bermain di kebun sekolah. Kami ingin bermain bola kerincing. Kata pak guru, kami akan dikirimkan ke tingkat provinsi jika kami bisa memenangi pertandingan futsal sekabupaten ini. Hebat bukan? Nanti kami akan mendengar lebih banyak lagi teriakan-teriakan dari para supporter kami. Memang sih, mereka akan lama menangkap 'sinyal' pemberitahuan: gawang mana yang dibobol. Biasanya pencetak gol akan bersorak sebagai tanda selebrasinya. Bermacam-macam saja sorakan tiap pemain itu haha. Khusus jika aku yang menjadi pencetak gol, aku akan bersorak, ‘Wuhuuuu satoee aye ayeee,’ karena 1 itu adalah sekolahku, SMA Negeri 01, kami biasa menyebutnya satoe (benar-benar ada huruf ‘o’ dan ‘e’ di penyebutannya). Dengan begitu, penonton dan teman-temanku langsung tahu tim siapa yang yang mencetak gol. Mungkin kalau aku sudah lulus SMA akan ada selebrasi baru lagi dariku hehe. Bagaimana aku bisa tahu kalau a

Rumah Kaca (Serial Anak Kost): Seri Kak Nida

Rumah kaca bercerita tentang air yang terus keluar dari mata seorang gadis yang semula berkaca-kaca. Tetesan yang menceritakan tentang lembaran-lembaran buah pikiran yang tertolak berulang kali. Pun tentang sebuah waktu yang amat sayang dikorbankan untuk mengubah nasib. Beginilah nasibnya, metoda penelitiannya tak sesuai harapan pembimbingnya, meski telah berulang kali ia   mengubah sesuai saran pembimbingnya. Namun, tetap hatinya patah berulang kali di persidangan yang bukan pertaman kalinya. Jalan satu-satunya ia harus mengganti pembimbing, tetapi enam bulan ke depan yang harus ia korbankan dan pertaruhkan.Oh, mahasiswa tingkat akhir yang selalu dinner pakai lauk ayam skripsi.   “Kakak, jangan menangis terus. Ada yang mengintip di luar kaca itu. Apa kau tak malu?” tanya Via pada Nida. “Biarlah. Biar semua tahu betapa sakitnya terus-menerus ditolak seperti ini. Waktuku terkuras terus. Aku lelah berpikir.”   “Iyakah? Tak apalah, Kak. Teruslah semangat berjuang! Belu