Alhamdulillah sudah sekitar sebulan lebih aku menempuh perkuliahan di Universitas Negeri Jakarta. begitu banyak pengalaman yang kuambil dan kurassakan. berbagai rutinitas yang sangat padat membuatku makin mengerti bahwa sedetik itu sangat berarti, itu bukan sekadar teori, itu telah menjada fakta dalam pola hidupku sekarang. Banyak pula diskusi di kampus yang membuat daya pikirku harus lebih kritis lagi. Wah wah wah...ini baru yang namanya mahasiswi.
Selepas ospek, kegiatan anggota baru terus berlangsung seperti switer (studi wisata islam terpadu) yang dipanitiai kakak-kakak Tarbawi (nama Lembaga Dakwah Kampus fakultasku). Di sana banyak sekali pengalaman seru, terutama saat pentas yel-yel dan perenungan pada malah hari. Malam itu diliputi tawa saat menonton penampilan kelompok lain, lalu disusul derai tangis saat perenungannya. Perenungan saat itu berbeda daripada perenungan yang biasanya. Jika biasanya yang jadi perenungan adalah sosok orang tua yang akan meninggal, tapi di sana yang jadi perenungan adalah sosok diri kami sendiri yang akan meninggal. Saat itu kami diperintahkan menulis surat wasiat, begitu terpukulnya hati kami membayangkan jika itu benar-benar terjadi, sedangkan masih banyak dosa-dosa kami pada orang tua kami.
Dua minggu setelah itu, ada lagi acara penginapan, namanya OAB FIDE (Orientasi Anggota Baru Forum Idekita). Fide adalah UKM yang kupilih di fakultasku, karena di sana aku bisa meneruskan minatku dalam dunia kepenulisan. Apalagi konsen di fide adalah karya tulis ilmiah, yang mana itu adalah jenis tulisan yang sangat belum kukuasai. Meski konsennya di bidang pengkajian isu-isu terkini dan penulisan KTI, tapi Fide juga tidak menutup kesempatan untuk yang mau menulis fiksi, semua itu bisa tersalurkan lewat program bulletin yang selalu diluncurkan tiap dua bulannya.
Di tengah-tengah kegiatan itu, masih banyak lagi tugas-tugas kuliah yang menumpuk dan tugas latihan pose (pojok seni). Aku yang merasa menjadi koordinator kelas merasa kelimpungan. Hampir depresi aku saat takbiran Idul Adha kemarin. Saat teman-teman pulang kampung, aku sendirian di kostan berpikir untuk pose. Ingin menangis kok ya makin lelah, mau tertawa kok ya gila. Alhasil cicak-cicak di dinding kamarlah yang menertawaiku terlebih dulu. Hah!
Hari demi hari terus berlalu, detik makin berarti. Juga rupiah makin memprihati (prihatin). Alhamdulillah rezeki telah Allah atur, aku dapat job mengajar les privat kelas 7 SMP. Lumayan untuk ongkos. Tapi, jika dihitung-hitung pakai matematik manusia, tentu tidak cukup. Besar pasak daripada tiang, padahal lelah juga. Aku kalut, padahal kebutuhan darurat ada saja. Hampir luntur keyakinanku, Astagfirullah. Pikiran-pikiran nakalku kembali bersarang. Tapi Alhamdulillah, motivasi dari sahabat-sahabat kudapat. Akhirnya aku belajar sabar lagi. Aku makin kuat keyakinan bahwa Allah gak akan telantarkan hamba-hamba-Nya. Innallaha ma'aa shobiriin. Yang penting kita sabar. Allah pun sudah mengatur seberapapun rezeki kita semua, Matematika Allah itu berbeda dari matematika manusia. Mungkin sekarang terlihat kurang, tapi nyatanya Allah pasti beri saat kita benar-benar membutuhkan. Kita punya kebutuhan darurat, tapi Allah pun punya reseki-rezeki dadakan.
Mengajar malam hari sampai pulang larut malam, itu sudah biasa. Biasanya aku menumpang tidur di rumah teman saudaraku di Pondok Kopi, karena muridku dekat daerah itu juga. Teman saudaraku ini yang menawarkan anak murid padaku. Jika tidak mengajar, aku pulang ke rumah saudaraku di Tebet. belum lama aku memutuskan untuk tidak mengekost lagi, yaitu akhir September 2015. Semua barang-barangku kutitipkan di kost teman, lalu sedikit-sedikit kubawa ke Tebet. Jika aku terlanjur kelewat malam di kost teman, aku menginap di sana. Benar-benar anak jalanan aku ini hehe. Tak mengapa, bagiku, kini bukan masalah betah atau tidak, yang terpenting aku masih bisa hidup layak. Mau tidur, ada kasur, atau tinggal merem saja bisa tidur meskipun sedang berdiri di busway hehe. Lalu, mau makan, ya tinggal makan saja, yang terpenting halal. Alhamdulillah. Fabiayyi alaa irabbi kumaa tukazzibaan.
Dengan semua kelelahan itu, aku begitu merindukan rumah di Cileungsi, rindu isi rumahnya, yaitu cerewetnya ibu dan abah, rengekan adik sepupuku, dan banyak suasana Cileungsi yang sulit tergambarkan dengan kata-kata. Kini, aku sedang menderta homesick. Tumben saja aku berat hati untuk kembali berangkat ke ibu kota. Baru semalam aku sampai rumah, sekarang harus pergi lagi dan entah pulang hari apa nanti. Aku makin sulit memprediksi waktu. Bisa saja sekarang aku bilang besok aku akan pulang, tapi nyatanya aku gak pulang-pulang. :(
Baru kali ini aku menangis di kesendirian hanya karena akan berangkat kuliah lagi. Rasanya aku belum sempat memeluk ibu dan bercerita panjang seperti biasanya. Oh waktu, cepat sekali berlalu. Apa daya, memang ini yang harus kujalanai. Ini adalah pilihanku demi menggapai cita-cita dan masa depan yang cemerlang, kelak demi orang tua juga.
Inilah saatnya pendewasaan, bahwa gak selamanya kita ditemani orang tua. Ada saatnya kelak kita berpisah dengan mereka, dan bisa jadi benar-benar berpisah dimensinya. Tapi aku gak akan berpikir sejauh itu dulu, yang terpenting aku haru bisa terus berjuang untuk mereka. Harapan terbesarku, semoga kelak bisa bersama-sama dengan orang tua ke syurga-Nya. Aku sangaaaat berharap, mama bisa mengenakan jilbab secara sempurna, dan terbiasa setiap hari. Aamiin.
Sejak aku jadi pejalan, hidup nomanden, aku terus penuh pikiran. Beberapa waktu ke depan tak luput dari pikiranku, seperti, apa yang harus kubawa, aku mau ke mana, dan aku mau ngapain. Semoga apapun aktivitasku tetap dilindungi Allah Swt. Aamiin Yaa Mujiibassailiin. Meski begitu, aku sangat bersyukur, aku bukan sebenar-benarnya anak jalanan yang benar-benar hidup di jalan, panas-panasan jualan tissue/koran. Gak. Aku masih bisa hidup di dalam rumah,bukan gerobak. Yaa Allah, aku sangat bersyukur atas nikmat-Mu, maafkan atas segala kekufuranku. Namun, aku merasa menjadi anak jalanan karena ya aku sering berjalan hehe. Nikmati saja, inilah nikmatnya memiliki kaki yang masih sempurna fungsinya. Alhamdulillah. ^_^
Selepas ospek, kegiatan anggota baru terus berlangsung seperti switer (studi wisata islam terpadu) yang dipanitiai kakak-kakak Tarbawi (nama Lembaga Dakwah Kampus fakultasku). Di sana banyak sekali pengalaman seru, terutama saat pentas yel-yel dan perenungan pada malah hari. Malam itu diliputi tawa saat menonton penampilan kelompok lain, lalu disusul derai tangis saat perenungannya. Perenungan saat itu berbeda daripada perenungan yang biasanya. Jika biasanya yang jadi perenungan adalah sosok orang tua yang akan meninggal, tapi di sana yang jadi perenungan adalah sosok diri kami sendiri yang akan meninggal. Saat itu kami diperintahkan menulis surat wasiat, begitu terpukulnya hati kami membayangkan jika itu benar-benar terjadi, sedangkan masih banyak dosa-dosa kami pada orang tua kami.
Aku dan teman-teman serumah di villa saat acara switer. Nama-namanya tidak kuhapal semua hehe.
Dua minggu setelah itu, ada lagi acara penginapan, namanya OAB FIDE (Orientasi Anggota Baru Forum Idekita). Fide adalah UKM yang kupilih di fakultasku, karena di sana aku bisa meneruskan minatku dalam dunia kepenulisan. Apalagi konsen di fide adalah karya tulis ilmiah, yang mana itu adalah jenis tulisan yang sangat belum kukuasai. Meski konsennya di bidang pengkajian isu-isu terkini dan penulisan KTI, tapi Fide juga tidak menutup kesempatan untuk yang mau menulis fiksi, semua itu bisa tersalurkan lewat program bulletin yang selalu diluncurkan tiap dua bulannya.
dari kiri atas; Riza, Affia, Nina, Deana, Bena, Heni, Desi, Aida, Aisyah, Ratna, Uni Lina, Luthfi, Nur Affia, Puspita, Utami, Erfan, Gita, saya, Dian, Nabila, Icha, Windy, Wafa, Warda, dan Rahmat.
Di tengah-tengah kegiatan itu, masih banyak lagi tugas-tugas kuliah yang menumpuk dan tugas latihan pose (pojok seni). Aku yang merasa menjadi koordinator kelas merasa kelimpungan. Hampir depresi aku saat takbiran Idul Adha kemarin. Saat teman-teman pulang kampung, aku sendirian di kostan berpikir untuk pose. Ingin menangis kok ya makin lelah, mau tertawa kok ya gila. Alhasil cicak-cicak di dinding kamarlah yang menertawaiku terlebih dulu. Hah!
Hari demi hari terus berlalu, detik makin berarti. Juga rupiah makin memprihati (prihatin). Alhamdulillah rezeki telah Allah atur, aku dapat job mengajar les privat kelas 7 SMP. Lumayan untuk ongkos. Tapi, jika dihitung-hitung pakai matematik manusia, tentu tidak cukup. Besar pasak daripada tiang, padahal lelah juga. Aku kalut, padahal kebutuhan darurat ada saja. Hampir luntur keyakinanku, Astagfirullah. Pikiran-pikiran nakalku kembali bersarang. Tapi Alhamdulillah, motivasi dari sahabat-sahabat kudapat. Akhirnya aku belajar sabar lagi. Aku makin kuat keyakinan bahwa Allah gak akan telantarkan hamba-hamba-Nya. Innallaha ma'aa shobiriin. Yang penting kita sabar. Allah pun sudah mengatur seberapapun rezeki kita semua, Matematika Allah itu berbeda dari matematika manusia. Mungkin sekarang terlihat kurang, tapi nyatanya Allah pasti beri saat kita benar-benar membutuhkan. Kita punya kebutuhan darurat, tapi Allah pun punya reseki-rezeki dadakan.
Mengajar malam hari sampai pulang larut malam, itu sudah biasa. Biasanya aku menumpang tidur di rumah teman saudaraku di Pondok Kopi, karena muridku dekat daerah itu juga. Teman saudaraku ini yang menawarkan anak murid padaku. Jika tidak mengajar, aku pulang ke rumah saudaraku di Tebet. belum lama aku memutuskan untuk tidak mengekost lagi, yaitu akhir September 2015. Semua barang-barangku kutitipkan di kost teman, lalu sedikit-sedikit kubawa ke Tebet. Jika aku terlanjur kelewat malam di kost teman, aku menginap di sana. Benar-benar anak jalanan aku ini hehe. Tak mengapa, bagiku, kini bukan masalah betah atau tidak, yang terpenting aku masih bisa hidup layak. Mau tidur, ada kasur, atau tinggal merem saja bisa tidur meskipun sedang berdiri di busway hehe. Lalu, mau makan, ya tinggal makan saja, yang terpenting halal. Alhamdulillah. Fabiayyi alaa irabbi kumaa tukazzibaan.
Dengan semua kelelahan itu, aku begitu merindukan rumah di Cileungsi, rindu isi rumahnya, yaitu cerewetnya ibu dan abah, rengekan adik sepupuku, dan banyak suasana Cileungsi yang sulit tergambarkan dengan kata-kata. Kini, aku sedang menderta homesick. Tumben saja aku berat hati untuk kembali berangkat ke ibu kota. Baru semalam aku sampai rumah, sekarang harus pergi lagi dan entah pulang hari apa nanti. Aku makin sulit memprediksi waktu. Bisa saja sekarang aku bilang besok aku akan pulang, tapi nyatanya aku gak pulang-pulang. :(
Baru kali ini aku menangis di kesendirian hanya karena akan berangkat kuliah lagi. Rasanya aku belum sempat memeluk ibu dan bercerita panjang seperti biasanya. Oh waktu, cepat sekali berlalu. Apa daya, memang ini yang harus kujalanai. Ini adalah pilihanku demi menggapai cita-cita dan masa depan yang cemerlang, kelak demi orang tua juga.
Inilah saatnya pendewasaan, bahwa gak selamanya kita ditemani orang tua. Ada saatnya kelak kita berpisah dengan mereka, dan bisa jadi benar-benar berpisah dimensinya. Tapi aku gak akan berpikir sejauh itu dulu, yang terpenting aku haru bisa terus berjuang untuk mereka. Harapan terbesarku, semoga kelak bisa bersama-sama dengan orang tua ke syurga-Nya. Aku sangaaaat berharap, mama bisa mengenakan jilbab secara sempurna, dan terbiasa setiap hari. Aamiin.
Sejak aku jadi pejalan, hidup nomanden, aku terus penuh pikiran. Beberapa waktu ke depan tak luput dari pikiranku, seperti, apa yang harus kubawa, aku mau ke mana, dan aku mau ngapain. Semoga apapun aktivitasku tetap dilindungi Allah Swt. Aamiin Yaa Mujiibassailiin. Meski begitu, aku sangat bersyukur, aku bukan sebenar-benarnya anak jalanan yang benar-benar hidup di jalan, panas-panasan jualan tissue/koran. Gak. Aku masih bisa hidup di dalam rumah,bukan gerobak. Yaa Allah, aku sangat bersyukur atas nikmat-Mu, maafkan atas segala kekufuranku. Namun, aku merasa menjadi anak jalanan karena ya aku sering berjalan hehe. Nikmati saja, inilah nikmatnya memiliki kaki yang masih sempurna fungsinya. Alhamdulillah. ^_^
Mau ke mana aku sekarang? (ala ala Dora the explorer)
Komentar
Posting Komentar