Adab, Ilmu, Sampai Karakter
Rizki Dwi Utami
Keadaan pendidikan di
Indonesia ini miris jika dikatakan semakin bobrok, tetapi nyatanya demikian.
Kejahatan semakin marak, ketidakpatuhan semakin meraja, bahkan anak sudah lebih
dari bos gurunya sebab berlaku sekehendaknya saja. Tidak apa jika berlaku
sekehendaknya yang dimaksud adalah mengembangkan kreativitas, bukan malah
mengganggu dan membahayakan sekitar. Ketika telah demikian, bukan hanya
permasalahan siswa tetapi juga permasalahan guru dan orang tua yang turut andil
dalam pendidikannya. Sebab pendidikan seharusnya senantiasa mengajarkan
kebaikan-kebaikan pada setiap siswanya.
Kasus kejahatan dalam
dunia pendidikan baru saja hangat tersebar di media. Penganiayaan guru oleh
siswanya di SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Sebenarnya kasus
penganiayaan dari siswa kepada guru bukan yang pertama kalinya di Indonesia
pada tahun-tahun belakangan ini, tetapi kali ini semakin parah karena sampai
menuai korban jiwa. Berawal dari teguran korban kepada siswanya dengan teguran
berulang-ulang, karena siswa tersebut mengganggu siswa lain. Namun akhirnya
siswa yang disebut sebagai tersangka ini tidak terima dengan menghantam bagian
leher korban. Setelah dibawa ke rumah sakit, ternyata bantuan dokter tidak
dapat menolong korban yang kesakitan, hingga berakhirlah nyawa melayang. Sangat
miris membaca beritanya.
Mungkin bisa kita
simpulkan dua kemungkinan. Seperti, mungkin gurunya yang terlalu keras dalam
menegur, atau memang perilaku siswanya yang kelewat batas. Namun, jika dilihat
dari era ke era, era sekarang ini perilaku siswa sudah semakin parah. Jika dulu
siswa bandel tetapi tetap nurut walau sekeras apapun gurunya, berbeda dengan
sekarang yang berani berdebat dengan guru. Bahkan bukan hanya berdebat, tetapi
sampai ke kekerasan fisik. Namun lagi-lagi apakah hanya siswa yang disalahkan,
atau cara menyampaikan pendidikan ke mereka yang salah. Dilansir dari Tribun
Jateng, bahwa dalam kasus tersangka penganiayaan oleh siswa SMAN 1 Torjun ini,
siswa memang dikenal sebagai “pendekar” karena jika disenggol sedikit saja
pasti akan mengeluarkan jurus seperti sedang pencak silat.
Baru satu siswa saja
sudah sampai demikian, bagaimana jika yang seperti itu masih bertebaran di
tempat lainnya? Betapa lelah guru-guru menata letak pendidikan pada
siswa-siswanya. Jika dikata mengejar materi saja, tentu bukan perkara sang
korban, karena korban juga hanyalah guru honorer yang begitu telaten dalam
mengajar seni yang ia kuasai. Di sini kita diajak merenung bagaimana harusnya
pendidikan pada anak nakal. Bisa jadi anak ini nakal karena pembawaan
psikologisnya, atau kondisi keluarganya, atau pergaulannya di lingkungan.
Hal itu membuat kita
kembali mengingat pendidikan karakter yang digaung-gaungkan oleh pemerintah. Kenapa
sudah digaungkan demikian, tetapi masih saja ada ketimpangan sosial dan
perilaku? Rasanya masih banyak yang harus dijelaskan, diajarkan dan
dipraktekkan kepada para siswa. Karakter-karakter yang tertulis pada Kompetensi
Inti 1 (KI-1) kurikulum 2013 itu adalah; religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung
jawab. Karakter-karakter yang sederhana dan sebenarnya mudah saja diasah pada
setiap mata pelajaran. Namun, menjadi tidak mudah untuk zaman sekarang ini dengan
tipe-tipe siswa penentang dengan alasan berpikir kritisnya.
Jelas tidak semudah itu,
nyatanya ada yang harus memberi lebih lagi dalam dunia pendidikan anak, yaitu
keluarga. Bagi anak, keluarga adalah tempat pulang, berlindung, juga
mempertahankan diri dari hal yang membahayakan. Anak-anak bisa berpikir baik
atau buruknya tergantung bagaimana didikan dari keluarganya, yang notabene
adalah lingkungan terkecil dan paling didengar olehnya. Ketika pola pikir anak
sudah terbentuk baik, maka ia akan berpikir tentang apapun dengan cara yang
baik-baik, begitu juga sebaliknya. Orang tua seharusnya tidak bisa melepas anak
begitu saja di sekolah, seakan-akan sekolah adalah tempat penitipan anak.
Sehingga jika terjadi masalah pada anak maka yang disalahkan adalah pihak guru
atau sekolahnya saja. Bukan, seharusnya tidak seperti itu. Seorang anak dari
orang tua yang baik dan guru yang tidak baik kecil kemungkinan akan menjadi
anak yang baik. Juga anak dari orang tua yang tidak baik kemungkinan akan
menjadi anak yang tidak baik pula, meskipun sudah dididik oleh guru yang baik. Untuk
itu, guru dan orang tua sepatutnya menjalin kerja sama yang baik demi kemajuan
pendidikan anak dengan karakter yang baik.
Ketika kasus-kasus anak
nakal ini terus didiamkan tanpa ada perbaikan mutu pendidikan dari berbagai
pihak, maka Indonesia sudah harus menghadapi pil pahitnya dengan melahirkan
generasi-generasi yang demikian kejamnya. Mungkin memang banyak generasi
Indonesia lainnya yang berprestasi dan berkarkter, namun ternyata banyak pula
yang tidak demikian, dan malah lebih parah daripada anak-anak nakal jaman dulu.
Lebih ngeri lagi jika anak-anak kelewat nakal ini kelak menjadi orang-orang
yang mengendalikan kebijakan negara, mau dibawa ke mana negara ini?
Lagi-lagi semua pihak
harus memiliki kesadaran. Setelah orang tua, guru, dan lingkungan memberikan
yang terbaik untuk anak, akhirnya anak sendiri yang menentukan tindakannya. Meski
demikian, bukan berarti menyerahkan sepenuhnya pada anak. Jika orang tua, guru,
dan lingkungan sudah terbiasa menstimulus pelajaran baik pada anak, anak pun
akan dengan mudah bertindak baik dengan apa yang seharusnya dia lakukan. Hal
utama yang harus ditanamkan itu adalah adab. Perihal adab memang harus terus
dipelajari sebelum ilmu, seperti adab dalam berguru. Pun ketika guru ada
kesalahan, maka seharusnya siswa bertanya dengan sopan, bukan malah menghakimi,
secara verbal maupun kekerasan fisik. Dengan ditanamkannya adab sebelum ilmu, diharapkan
generasi Indonesia menjadi ilmuwan yang berkarakter guna berkontribusi untuk
Indonesia emas di masa mendatang.
Sumber
berita: http://jateng.tribunnews.com/2018/02/03/kesaksian-siswa-keseharian-murid-pembunuh-guru-yang-dijuluki-pendekar-oleh-teman-temannya?page=4
Komentar
Posting Komentar